Indera, di sinilah mereka sekarang berada, mencari kepuasan. Dan dari sekian banyak kesenangan di dunia ini mereka mencarinya dengan mata. Ya, indera yang teramat vital dan fatal bagiku. Mereka mencari estetika dengan mata, mengamati logika dengan mata, dan meniru etika dengan mata. Kau tentu tahu siapa yang aku maksud. Tutuplah matamu dan lihatlah ke dalam, sayang!
Di hari-hari fana bersamamu tak jenuh aku bertanya. Aku tahu kau bosan tapi kau tak kunjung lelah untuk berbohong. Heran, karenanya aku selalu bertanya. Ucapmu memang meyakinkan. Bahkan hati ini tak berdaya untuk selalu terjatuh dan jatuh lagi. Kau memang jagonya. Namun, sang mata selalu menunjukkan kebenaran. Aku tahu aku sedang ditipu. Bukan saja oleh ucapmu tapi juga pikiranku. Aku menipu diri sendiri untuk selalu mempercayai kebohonganmu.
Selalu kata orang kalau mata adalah jendela hati. Kau pun tak berbeda dari ciptaan lainnya. Ada rasa di hatimu yang selalu kau sangkal dengan lidahmu. Tapi, itu tergaris jelas di matamu. Saat kutatap dalam bening matamu, aku tahu bukan aku yang ada di bayangmu. Kau teramat menyakitkan. Apa yang harus aku lakukan, aku terlanjur mencintai mata itu?! Matamu, sayang!
Sejak pertama kali aku mengenalmu. Mata itu yang membuatku ingin tahu. Mata itu yang menunjukkan aslimu. Matamu adalah gairah pertama yang kau berikan padaku. Dan kupikir itu cinta, ternyata semua itu hanyalah tipu daya. Hasrat terbesarmu terpancar di matamu maka berhati-hatilah dalam memandang, sayang!
Terlepas dari semua itu, aku berbicara melalui mata tentang mata. Ada rahasia terbesar tentang kehidupan ini di balik penglihatan kita. Tentang mencari Dia bukanlah memandang jauh seluas dunia indera ini melainkan tataplah sedalam-dalamnya diri kita melalui pusat mata. Sekali lagi aku katakan padamu, “Tutuplah matamu dan lihatlah ke dalam, sayang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar