KENANGAN GW SEMASIH HIDUP.....
Jumat, 13 Maret 2015
Selasa, 10 Maret 2015
ayat favorit
Yakobus 4:10 Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.Amsal 3:27 Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.gubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit.Yesaya 5:20 Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit.Roma 12:21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan.
Matius 5:28 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.
Matius 5:29 Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.
Matius 5:30 Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.
Matius 5:39 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.
Matius 18:4 Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.
Matius 23:12 Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
Lukas 14:11 Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."
Lukas 18:14 Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."
2 Korintus 11:7 Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma?
2 Korintus 12:21 Aku kuatir, bahwa apabila aku datang lagi, Allahku akan merendahkan aku di depan kamu, dan bahwa aku akan berdukacita terhadap banyak orang yang di masa yang lampau berbuat dosa dan belum lagi bertobat dari kecemaran, percabulan dan ketidaksopanan yang mereka lakukan.
Efesus 5:21 dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.
1 Petrus 5:5 Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."
1 Petrus 5:6 Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.
Matius 5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Matius 5:7 Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
Matius 5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Matius 5:9 Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Matius 5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
1 Lalu berkatalah Elifas, "Di antara umat manusia, tidak seorang pun berguna bagi Allah. Orang yang sangat berakal budi, hanya berguna bagi dirinya sendiri.
2 (1 )
3 Apakah ada faedahnya bagi Allah, jika engkau melakukan kehendak-Nya? Apakah ada untung bagi-Nya, jika hidupmu sempurna?
4 Bukan karena takutmu kepada Allah, engkau dituduh dan dianggap bersalah,
5 melainkan karena sangat banyak dosamu, dan amat jahat tindakan dan kelakuanmu.
6 Jika saudaramu tak dapat membayar hutangnya, kaurampas semua pakaiannya.
7 Orang yang lelah tidak kauberi minuman, yang lapar tidak kautawari makanan.
8 Kaupakai jabatan dan kuasa untuk menyita tanah seluruhnya.
9 Bukan saja kau tidak menolong para janda, tetapi yatim piatu kautindas pula.
10 Karena itu di sekitarmu, kini penuh jebakan, dan dengan tiba-tiba hatimu diliputi ketakutan.
11 Hari semakin gelap, tak dapat engkau melihat; engkau tenggelam dilanda banjir yang dahsyat.
12 Bukankah Allah mendiami langit yang tertinggi, dan memandang ke bawah, ke bintang-bintang yang tinggi sekali?
13 Namun engkau bertanya, "Tahu apa Dia? Ia ada di balik awan dan tak dapat mengadili kita."
14 Engkau menyangka bahwa pandangan-Nya tertutup awan dan bahwa hanya pada batas antara langit dan bumi Ia berjalan?
15 Apakah engkau tetap hendak lewat di jalan yang dipilih orang-orang jahat?
16 Mereka direnggut sebelum tiba saat kematiannya, dan dihanyutkan oleh banjir yang melanda.
17 Mereka itulah yang berani menolak Yang Mahakuasa, dan mengira Ia tak dapat berbuat apa-apa kepada mereka.
18 Padahal Allah yang telah menjadikan mereka kaya! Sungguh aku tak mengerti pikiran orang durjana!
19 Orang yang baik, tertawa penuh kegembiraan, bila melihat orang jahat mendapat hukuman.
20 Segala milik orang jahat telah hancur binasa, dan api membakar habis apa yang masih tersisa.
21 Nah, Ayub, berdamailah dengan TUHAN, supaya engkau mendapat ketentraman. Kalau itu kaulakukan, pasti engkau mendapat keuntungan.
22 Terimalah apa yang diajarkan TUHAN kepadamu; simpanlah itu semua di dalam hatimu.
23 Kembalilah kepada TUHAN dengan rendah hati kejahatan di rumahmu hendaknya kauakhiri.
24 Buanglah emasmu yang paling murni; lemparlah ke dasar sungai yang tidak berair lagi.
25 Biarlah Yang Mahakuasa menjadi emasmu, dan perakmu yang sangat bermutu.
26 Maka kau boleh percaya kepada Allah selalu, dan mengetahui bahwa Dia sumber bahagiamu.
27 Bila engkau berdoa, Ia akan menjawabmu, dan engkau dapat menepati segala janjimu.
28 Usahamu akan berhasil selalu, dan terang akan menyinari hidupmu.
29 Orang yang sombong direndahkan TUHAN, tetapi yang rendah hati diselamatkan.
30 Allah akan menolongmu jika kau tidak bersalah, dan jika kau melakukan kehendak-Nya."
2 (1 )
3 Apakah ada faedahnya bagi Allah, jika engkau melakukan kehendak-Nya? Apakah ada untung bagi-Nya, jika hidupmu sempurna?
4 Bukan karena takutmu kepada Allah, engkau dituduh dan dianggap bersalah,
5 melainkan karena sangat banyak dosamu, dan amat jahat tindakan dan kelakuanmu.
6 Jika saudaramu tak dapat membayar hutangnya, kaurampas semua pakaiannya.
7 Orang yang lelah tidak kauberi minuman, yang lapar tidak kautawari makanan.
8 Kaupakai jabatan dan kuasa untuk menyita tanah seluruhnya.
9 Bukan saja kau tidak menolong para janda, tetapi yatim piatu kautindas pula.
10 Karena itu di sekitarmu, kini penuh jebakan, dan dengan tiba-tiba hatimu diliputi ketakutan.
11 Hari semakin gelap, tak dapat engkau melihat; engkau tenggelam dilanda banjir yang dahsyat.
12 Bukankah Allah mendiami langit yang tertinggi, dan memandang ke bawah, ke bintang-bintang yang tinggi sekali?
13 Namun engkau bertanya, "Tahu apa Dia? Ia ada di balik awan dan tak dapat mengadili kita."
14 Engkau menyangka bahwa pandangan-Nya tertutup awan dan bahwa hanya pada batas antara langit dan bumi Ia berjalan?
15 Apakah engkau tetap hendak lewat di jalan yang dipilih orang-orang jahat?
16 Mereka direnggut sebelum tiba saat kematiannya, dan dihanyutkan oleh banjir yang melanda.
17 Mereka itulah yang berani menolak Yang Mahakuasa, dan mengira Ia tak dapat berbuat apa-apa kepada mereka.
18 Padahal Allah yang telah menjadikan mereka kaya! Sungguh aku tak mengerti pikiran orang durjana!
19 Orang yang baik, tertawa penuh kegembiraan, bila melihat orang jahat mendapat hukuman.
20 Segala milik orang jahat telah hancur binasa, dan api membakar habis apa yang masih tersisa.
21 Nah, Ayub, berdamailah dengan TUHAN, supaya engkau mendapat ketentraman. Kalau itu kaulakukan, pasti engkau mendapat keuntungan.
22 Terimalah apa yang diajarkan TUHAN kepadamu; simpanlah itu semua di dalam hatimu.
23 Kembalilah kepada TUHAN dengan rendah hati kejahatan di rumahmu hendaknya kauakhiri.
24 Buanglah emasmu yang paling murni; lemparlah ke dasar sungai yang tidak berair lagi.
25 Biarlah Yang Mahakuasa menjadi emasmu, dan perakmu yang sangat bermutu.
26 Maka kau boleh percaya kepada Allah selalu, dan mengetahui bahwa Dia sumber bahagiamu.
27 Bila engkau berdoa, Ia akan menjawabmu, dan engkau dapat menepati segala janjimu.
28 Usahamu akan berhasil selalu, dan terang akan menyinari hidupmu.
29 Orang yang sombong direndahkan TUHAN, tetapi yang rendah hati diselamatkan.
30 Allah akan menolongmu jika kau tidak bersalah, dan jika kau melakukan kehendak-Nya."
Sabtu, 07 Maret 2015
tentang CINTA sebenarnya
Tentang CINTA yang Sebenarnya
Cinta itu berarti aku mengetahui orang yang aku cintai. ( tetapi ternyata TIDAK SAMA SEKALI )
Aku menyadari demikian banyak faset dirinya – buka cuma sisi baiknya tetapi juga keterbatasan, inkonsistensi, dan kelemahan-kelemahannya. Aku menyadari perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya, dan aku mengalami sesuatu yang menjadi inti dirinya. Aku bisa menyelinap di balik topeng-topeng sosial dan peran yang dijalaninya serta melihat dirinya pada tingkat yang lebih dalam.
Aku menyadari demikian banyak faset dirinya – buka cuma sisi baiknya tetapi juga keterbatasan, inkonsistensi, dan kelemahan-kelemahannya. Aku menyadari perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya, dan aku mengalami sesuatu yang menjadi inti dirinya. Aku bisa menyelinap di balik topeng-topeng sosial dan peran yang dijalaninya serta melihat dirinya pada tingkat yang lebih dalam.
Cinta berarti aku peduli pada kesejahteraan orang yang aku cintai.
Dalam ketulusanku, kepedulianku bukan untuk mengikatnya seperti benda yang kumiliki. Sebaliknya, kepedulianku membebaskan kami berdua. Bila aku peduli padamu, aku peduli pada pertumbuhanmu, dan aku berharap semoga engkau menjadi apapun yang engkau inginkan. Konsekuensinya, aku tidak akan meletakkan batu ganjalan untuk hal-hal yang kau lakukan untuk meningkatkan dirimu sebagi pribadi, sekalipun itu berarti aku harus merasakan ketidaknyamanan dalam menjalani waktu.
Dalam ketulusanku, kepedulianku bukan untuk mengikatnya seperti benda yang kumiliki. Sebaliknya, kepedulianku membebaskan kami berdua. Bila aku peduli padamu, aku peduli pada pertumbuhanmu, dan aku berharap semoga engkau menjadi apapun yang engkau inginkan. Konsekuensinya, aku tidak akan meletakkan batu ganjalan untuk hal-hal yang kau lakukan untuk meningkatkan dirimu sebagi pribadi, sekalipun itu berarti aku harus merasakan ketidaknyamanan dalam menjalani waktu.
Cinta berarti memiliki rasa hormat terhadap harga diri orang yang aku cintai.
Bila aku mencintaimu, aku bisa melihatmu sebagai seseorang yang terpish dari aku, dengan nilai-nilaimu, dengan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaanmu, dan aku tidak akan memaksamu untuk menyerahkan identitasmu, menyesuaikannya pada citra yang aku harapkan engkau tunjukkan padaku. Aku bisa mengizinkan dan mendorongmu untuk berdiri sendiri dan menjadi dirimu, dan menghindari memperlakukanmu sebagai obyek atau menggunakanmu sebagai pemuas kebutuhan-kebutuhanku.
Bila aku mencintaimu, aku bisa melihatmu sebagai seseorang yang terpish dari aku, dengan nilai-nilaimu, dengan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaanmu, dan aku tidak akan memaksamu untuk menyerahkan identitasmu, menyesuaikannya pada citra yang aku harapkan engkau tunjukkan padaku. Aku bisa mengizinkan dan mendorongmu untuk berdiri sendiri dan menjadi dirimu, dan menghindari memperlakukanmu sebagai obyek atau menggunakanmu sebagai pemuas kebutuhan-kebutuhanku.
Cinta berarti tanggung jawab terhadap orang yang aku cintai.
Bila aku mencintaimu, aku responsif terhadap kebutuhan-kebutuhanmu sebagai satu pribadi. Tanggung jawab ini tidak mengikatku untuk melakukan untukmu apa yang bisa engkau lakukan sendiri; bukan pula berarti aku menjalani hidupku untukmu. Ia hanyalah untuk menyadarkanku siapa aku dan apa yang aku lakukan untukmu, dengan begitulah aku kemudian langsung terlibat dalam kebahagiaan dan kesulitanmu. Seorang kekasih bisa saja melukai dan mengecewakan yang dicintainya, dan dalam hal ini aku menyadari bahwa cinta membutuhkan kesediaan menerima tanggung jawab dari apa yang telah kulakukan terhadapmu.
Bila aku mencintaimu, aku responsif terhadap kebutuhan-kebutuhanmu sebagai satu pribadi. Tanggung jawab ini tidak mengikatku untuk melakukan untukmu apa yang bisa engkau lakukan sendiri; bukan pula berarti aku menjalani hidupku untukmu. Ia hanyalah untuk menyadarkanku siapa aku dan apa yang aku lakukan untukmu, dengan begitulah aku kemudian langsung terlibat dalam kebahagiaan dan kesulitanmu. Seorang kekasih bisa saja melukai dan mengecewakan yang dicintainya, dan dalam hal ini aku menyadari bahwa cinta membutuhkan kesediaan menerima tanggung jawab dari apa yang telah kulakukan terhadapmu.
Cinta berarti tumbuh bagiku serta orang yang aku cintai.
Bila aku mencintaimu, aku menjadi tumbuh karena cintaku. Engkau menjadi stimulan bagiku untuk lebih memenuhi keinginanku mewujudkan diriku yang kuinginkan, demikian pula cintaku akan meningkatkan dirimu. Masing-masing kita tumbuh karena kepedulian kita dan karena kita dipedulikan; masing-masing kita berbagi untuk memperkaya pengalaman yang tidak merusak diri kita. Buscaglia (1992) menggambarkan ini dengan baik ketika menuliskan “Kita bukan hanya harus menghormati kebutuhan bagi pertumbuhan kekasih kita, kita harus mendorongnya, sekalipun dengan resiko akan kehilangan dia. Kelihatannya memang ironis, tapi begitulah yang sebenarnya, bahwa hanya melalui pertumbuhan yang terpisahlah akan ada harapan bagi tiap-tiap orang untuk tumbuh bersama-sama.”
Bila aku mencintaimu, aku menjadi tumbuh karena cintaku. Engkau menjadi stimulan bagiku untuk lebih memenuhi keinginanku mewujudkan diriku yang kuinginkan, demikian pula cintaku akan meningkatkan dirimu. Masing-masing kita tumbuh karena kepedulian kita dan karena kita dipedulikan; masing-masing kita berbagi untuk memperkaya pengalaman yang tidak merusak diri kita. Buscaglia (1992) menggambarkan ini dengan baik ketika menuliskan “Kita bukan hanya harus menghormati kebutuhan bagi pertumbuhan kekasih kita, kita harus mendorongnya, sekalipun dengan resiko akan kehilangan dia. Kelihatannya memang ironis, tapi begitulah yang sebenarnya, bahwa hanya melalui pertumbuhan yang terpisahlah akan ada harapan bagi tiap-tiap orang untuk tumbuh bersama-sama.”
Cinta menuntut dihilangkannya rasa takut.
Jampolsky (1981) menegaskan bahwa rasa takut akan kesalahan masa lalu dan ketakutan akan masa depan hanya menyediakan sedikit ruang bagi dinikmatinya dan dihayatinya masa kini. Tidak menilai orang lain adalah satu cara bagaimana aku bisa membebaskan diri dati takut dan mengalami cinta. Penerimaan berarti aku tidak memusatakan diri untuk mengubah orang lain agar mereka menyesuaikan diri pada harapan-harapanku akan diri mereka.
Jampolsky (1981) menegaskan bahwa rasa takut akan kesalahan masa lalu dan ketakutan akan masa depan hanya menyediakan sedikit ruang bagi dinikmatinya dan dihayatinya masa kini. Tidak menilai orang lain adalah satu cara bagaimana aku bisa membebaskan diri dati takut dan mengalami cinta. Penerimaan berarti aku tidak memusatakan diri untuk mengubah orang lain agar mereka menyesuaikan diri pada harapan-harapanku akan diri mereka.
Cinta berarti membuat komitmen pada orang yang aku cintai.
Komitmen itu tdak berarti penyerahan diri secara total masing-masing diri; bukan pula berarti bahwa hubungan yang ada harus permanen. Maknanya adalah bahwa komitmen itu mengandung keinginan untuk selalu bersama-sama di saat-saat pedih, saat-saat sulit, saat-saat perjuangan dan kesedihan, sebagaimana tetap bersama dalam ketenangan dan kebahagiaan.
Komitmen itu tdak berarti penyerahan diri secara total masing-masing diri; bukan pula berarti bahwa hubungan yang ada harus permanen. Maknanya adalah bahwa komitmen itu mengandung keinginan untuk selalu bersama-sama di saat-saat pedih, saat-saat sulit, saat-saat perjuangan dan kesedihan, sebagaimana tetap bersama dalam ketenangan dan kebahagiaan.
Cinta berarti bahwa aku mungkin terluka.
Bila aku membuka diri karena percaya padamau, aku mungkin akan mengalami luka, penolakan, atau kehilangan. Karena engkau tidak sempurna, engkau memiliki kapasitas untuk melukaiku; dan karena tidak ada jaminan dalam cinta, tidak ada juga jaminan bahwa cintamu akan abadi. Cinta melibatkan saling berbagi, saling mengalami dengan orang lain yang aku cintai. Cintaku padamu berarti bahwa aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu dan berbagi aspek-aspek hidupku yang bermakna bersamamu. Cintaku juga berarti bahwa aku juga ingin berbagi sisi-sisi hidupku yangpenting bersamamu.
Bila aku membuka diri karena percaya padamau, aku mungkin akan mengalami luka, penolakan, atau kehilangan. Karena engkau tidak sempurna, engkau memiliki kapasitas untuk melukaiku; dan karena tidak ada jaminan dalam cinta, tidak ada juga jaminan bahwa cintamu akan abadi. Cinta melibatkan saling berbagi, saling mengalami dengan orang lain yang aku cintai. Cintaku padamu berarti bahwa aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu dan berbagi aspek-aspek hidupku yang bermakna bersamamu. Cintaku juga berarti bahwa aku juga ingin berbagi sisi-sisi hidupku yangpenting bersamamu.
Cinta berarti mempercayai orang yang aku cintai.
Bila aku mencintaimu, aku percaya engkau akan menerima kepedulian dan cintaku dan bahwa engkau tidak akan melukaiku dengan sengaja. Aku percaya bahwa engkau akan melihatku sebagai seseorang yang layak untuk dicintai dan bahwa engkau tidak akan mengabaikanku; aku mempercayai bahwa cinta kita secara hakiki saling berbalas. Bila kita saling percaya, kita ingin terbuka kepada satu sama lain, dan akan dapat melepaskan topeng-topeng dan kecurigaan kita, dan mengungkapkan diri kita yang sebenarnya.
Bila aku mencintaimu, aku percaya engkau akan menerima kepedulian dan cintaku dan bahwa engkau tidak akan melukaiku dengan sengaja. Aku percaya bahwa engkau akan melihatku sebagai seseorang yang layak untuk dicintai dan bahwa engkau tidak akan mengabaikanku; aku mempercayai bahwa cinta kita secara hakiki saling berbalas. Bila kita saling percaya, kita ingin terbuka kepada satu sama lain, dan akan dapat melepaskan topeng-topeng dan kecurigaan kita, dan mengungkapkan diri kita yang sebenarnya.
Cinta bisa mentoleransi ketidaksempurnaan.
Dalam sebuah hubungan cinta ada saat-saat bosan, saat ketika rasanya aku ingin menyerah saja, saat-saat sulit yang sunguh-sungguh, dan saat-saat aku mengalami ketiadaan manfaat apa-apa. Cinta yang otentik tidak berati kebahagiaan yang terus-menerus. Aku bisa bertahan di saat-saat sulit, karena aku bisa mengingat apa yang sama-sama pernah kita miliki di masa lalu, dan bahwa aku bisa membayangkan apa yang akan kita dapatkan di masa depan seandainya kita cukup berani menghadapi masalah-masalah kita dan memecahkannya bersama-sama.
Dalam sebuah hubungan cinta ada saat-saat bosan, saat ketika rasanya aku ingin menyerah saja, saat-saat sulit yang sunguh-sungguh, dan saat-saat aku mengalami ketiadaan manfaat apa-apa. Cinta yang otentik tidak berati kebahagiaan yang terus-menerus. Aku bisa bertahan di saat-saat sulit, karena aku bisa mengingat apa yang sama-sama pernah kita miliki di masa lalu, dan bahwa aku bisa membayangkan apa yang akan kita dapatkan di masa depan seandainya kita cukup berani menghadapi masalah-masalah kita dan memecahkannya bersama-sama.
Cinta berarti membebaskan.
Cinta diberikan secera bebas, tidak diserahkan karena permintaan. Pada suatu saat yang sama, cintaku padamu tidak bergantung pada apakah engaku memenuhi harapan-harapanku padamu. Cinta sejati tidak berarti, “aku akan mencintaimu ketika engkau sempurna atau ketika engkau menjadi seperti yang aku harapkan”. Cinta yang otentik tidak diberikan dengan rantai pengikat. Ada kualitas tanpa syarat dalam cinta.
Cinta diberikan secera bebas, tidak diserahkan karena permintaan. Pada suatu saat yang sama, cintaku padamu tidak bergantung pada apakah engaku memenuhi harapan-harapanku padamu. Cinta sejati tidak berarti, “aku akan mencintaimu ketika engkau sempurna atau ketika engkau menjadi seperti yang aku harapkan”. Cinta yang otentik tidak diberikan dengan rantai pengikat. Ada kualitas tanpa syarat dalam cinta.
Cinta itu meluas.
Bila aku mencintaimu, aku mendorongmu untuk membentuk dan mengembangkan hubungan-hubungan lain. Sekalipun kita untuk satu sama lain, dan komitmen kita berdua menjadi inti dari apa yang kita lakukan, tetapi kita tidak secara total dan eksklusif terikat satu sama lain. Hanya cinta palsulah yang memasung seorang dengan seorang yang lain, demikian dekatnya sehingga tidak memberikan ruang untuk tumbuh. Casey dan Vanceburg (1985) memberikan ini: Bukti yang jujur dari kita cinta adalah komitmen untuk mendorong pengembangan diri masing-masing secara penuh. Kita adalah pribadi-pribadi yang interdependen yang membutuhkan kehadiran yang lain-lain untuk memenuhi takdir kita. Sekalipun demikian, kita juga individu yang terpisah. Kita harus berjuang atas nama kita sendiri.
Bila aku mencintaimu, aku mendorongmu untuk membentuk dan mengembangkan hubungan-hubungan lain. Sekalipun kita untuk satu sama lain, dan komitmen kita berdua menjadi inti dari apa yang kita lakukan, tetapi kita tidak secara total dan eksklusif terikat satu sama lain. Hanya cinta palsulah yang memasung seorang dengan seorang yang lain, demikian dekatnya sehingga tidak memberikan ruang untuk tumbuh. Casey dan Vanceburg (1985) memberikan ini: Bukti yang jujur dari kita cinta adalah komitmen untuk mendorong pengembangan diri masing-masing secara penuh. Kita adalah pribadi-pribadi yang interdependen yang membutuhkan kehadiran yang lain-lain untuk memenuhi takdir kita. Sekalipun demikian, kita juga individu yang terpisah. Kita harus berjuang atas nama kita sendiri.
Cinta berarti memiliki satu keinginan terhadap orang yang aku cintai tanpa memiliki tuntutan yang harus dipenuhinya.
Bila aku bukan apa-apa tanpamu, maka aku tidak akan sungguh-sungguh bebas mencintaimu. Bila aku mencintaimu dan engkau meninggalkan aku, aku akan merasakan kehilangan dan kesedihan, tapi aku masih mampu untuk hidup. Bila aku tergantung padamu untuk makna dan kehidupanku, aku tidak akan bebas menguji hubungan kita; juga tidak bebas untuk memberimu tantangan dan berbeda darimu. Karena rasa takutku kehilangan engkau, aku akan berdiam diri ketika menerima apa yang tidak kuinginkan, dan ini tentulah menimbulkan perasaan kecewa.
Bila aku bukan apa-apa tanpamu, maka aku tidak akan sungguh-sungguh bebas mencintaimu. Bila aku mencintaimu dan engkau meninggalkan aku, aku akan merasakan kehilangan dan kesedihan, tapi aku masih mampu untuk hidup. Bila aku tergantung padamu untuk makna dan kehidupanku, aku tidak akan bebas menguji hubungan kita; juga tidak bebas untuk memberimu tantangan dan berbeda darimu. Karena rasa takutku kehilangan engkau, aku akan berdiam diri ketika menerima apa yang tidak kuinginkan, dan ini tentulah menimbulkan perasaan kecewa.
Cinta berarti mengidentifikasikan diri dengan orang yang aku cintai.
Bila aku mencintaimu, aku bisa berempati padapmu dan melihat dunia dengan matamu. Aku bisa mengidentifikasikan diri padamu karena aku bisa melihat diriku di dalam dirimu dan di dalam diriku. Kedekatan ini tidak berarti “keberasamaan” yang terus-menerus, karena jarak dan keterpisahan seringkali esensial dalam hubungan cinta. Jarak dapat memperkuat ikatan cinta, dan ia akan membantu kuta menemukan kembali diri kita, sehingga kita bis abertemu lagi dalam sebuah cara yang baru.
Bila aku mencintaimu, aku bisa berempati padapmu dan melihat dunia dengan matamu. Aku bisa mengidentifikasikan diri padamu karena aku bisa melihat diriku di dalam dirimu dan di dalam diriku. Kedekatan ini tidak berarti “keberasamaan” yang terus-menerus, karena jarak dan keterpisahan seringkali esensial dalam hubungan cinta. Jarak dapat memperkuat ikatan cinta, dan ia akan membantu kuta menemukan kembali diri kita, sehingga kita bis abertemu lagi dalam sebuah cara yang baru.
Cinta itu selfish.
Aku hanya bisa mencintai dirimu bila aku secara tulus mencintai, menilai, menghadapi, dan menghormati diriku sendiri. Bila aku kosong, maka yang bisa kuberikan padamu adalah kekosonganku. Bila aku merasa bahwa diriku utuh dan berharga, aku akan mampu untuk memberikan padamu dari apa yang sudah kumiliki. Satu cara terbaik bagiku untuk memberimu cinta adalah dengan sepenuh-penuhnya menikamti kebersamaanku denganmu.
Aku hanya bisa mencintai dirimu bila aku secara tulus mencintai, menilai, menghadapi, dan menghormati diriku sendiri. Bila aku kosong, maka yang bisa kuberikan padamu adalah kekosonganku. Bila aku merasa bahwa diriku utuh dan berharga, aku akan mampu untuk memberikan padamu dari apa yang sudah kumiliki. Satu cara terbaik bagiku untuk memberimu cinta adalah dengan sepenuh-penuhnya menikamti kebersamaanku denganmu.
Cinta melibatkan kemampuan melihat potensi di dalam diri orang yang aku cintai.
Bila aku mencintaimu, aku bisa melihatmu sebagaimana diri yang engkau inginkan, sementara aku tetap bisa menerima dirimu saat ini. Pengamatan Goethe menjadi relevan dalam hal ini: dengan menghadapi orang sebagaiman adanya, kita membuat mereka menjadi lebih buruk, tetapi denga meperlakukan mereka seolah-olah mereka telah menjadi orang yang mereka inginkan, kita membantu mereka menjadi orang yanga lebih baik.
Bila aku mencintaimu, aku bisa melihatmu sebagaimana diri yang engkau inginkan, sementara aku tetap bisa menerima dirimu saat ini. Pengamatan Goethe menjadi relevan dalam hal ini: dengan menghadapi orang sebagaiman adanya, kita membuat mereka menjadi lebih buruk, tetapi denga meperlakukan mereka seolah-olah mereka telah menjadi orang yang mereka inginkan, kita membantu mereka menjadi orang yanga lebih baik.
Cinta itu berarti membuang ilusi tentang penguasaan diri kita, orang lain, dan sekeliling kita.
Semakin kuat aku berusaha mengontrol secara penuh, semakin tidak terkontrol diriku. Cinta berarti penyerahan kontrol dan terbuka terhadap peristiwa-peristiwa hidup. Cinta berarti kepasitas untuk dikejutkan. Menghadirkan kejutan ke dalam cinta, , adalah cara untuk terus menghidupkan hubungan: “Cinta itu mati karena bisa diramalkan; esensinya yang tertinggi adalah kejutan dan kekaguman. Membuat cinta menjadi tahanan hidup keseharian berarti membuang kegairahannya dan membuat ia hilang selamanya.”
Semakin kuat aku berusaha mengontrol secara penuh, semakin tidak terkontrol diriku. Cinta berarti penyerahan kontrol dan terbuka terhadap peristiwa-peristiwa hidup. Cinta berarti kepasitas untuk dikejutkan. Menghadirkan kejutan ke dalam cinta, , adalah cara untuk terus menghidupkan hubungan: “Cinta itu mati karena bisa diramalkan; esensinya yang tertinggi adalah kejutan dan kekaguman. Membuat cinta menjadi tahanan hidup keseharian berarti membuang kegairahannya dan membuat ia hilang selamanya.”
Kita menutup diskusi tentang makna cinta sejati dengan berbagi ide dari buku The Art of Loving; cinta yang matang menyimpulkan esensi cinta sejati dengan amat baik:
"Cinta yang matang adalah kesatuan dalam keadaan yang menjaga integritas tiap orang, individualitas masing-masing. Dalam cntalah paradoks ini terjadi, bahwa ketika dua manusia menjadi satu mereka tetaplah dua."
"Cinta yang matang adalah kesatuan dalam keadaan yang menjaga integritas tiap orang, individualitas masing-masing. Dalam cntalah paradoks ini terjadi, bahwa ketika dua manusia menjadi satu mereka tetaplah dua."
TETAPI TERNYAta tidak ada kematangan dan kesatuan ....
1. Realistislah terhadap satu sama lain.
Janganlah mencoba untuk mengubah pasangan anda menjadi seseorang yang anda inginkan. Marilah hadapi kenyataan. Janganlah harapkan pasangan anda jadi Pamela Anderson ataupun Brad Pitt! Cintai pasangan apap adanya. Ada sesuatu yang lebih yang dimiliki oleh pasangan anda yang tak dimiliki oleh siapapun di dunia ini!
- Selalu bicara secara terbuka namun tetap dengan respek
- Lakukan sesuatu yang menarik secara bersama-sama
- Jangan terlalu perfeksionis
- Tunjukkan cinta anda
- Saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
- Kuburlah masa lalu.
- Hilangkan kecemburuan.
- Jaga komitmen satu sama lain.
- Jujurlah.
Bagi pria ini bukanlah suatu hal yang mudah mengingat pria lebih suka diam ketika memecahkan masalah. Namun wanita sungguh berbeda. Janganlah membuat asumsi sendiri mengenai perasaan pasangan anda. Belajarlah untuk mengekspresikan perasaan anda dengan tepat sehingga pasangan anda menjadi makin mudah memahami ketika anda marah, terluka, tersinggung ataupun bahagia. This works with the girls. Jika anda berhenti berkomunikasi dari hati ke hati itulah awal dari sebuah perpisahan.
Carilah sesuatu yang bisa anda lakukan bersama-sama. Anda bisa melakukan olahraga favorit bersama-sama. Ataupun melakukan suatu hobi yang anda berdua sama-sama senang. Nikmati ketika melakukan hal itu. Bisa jadi anda berdua cukup menonton VCD di ruang keluarga! Atau mungkin jalan bergandengan tangan di mall seperti masih pacaran. Berhati-hatilah jika anda lebih suka menghabiskan lebih banyak waktu dengan sahabat anda daripada dengan pasangan anda. Itu sebuah tanda yang kurang baik.
Belajarlah untuk menerima apa yang dilakukan oleh pasangan anda walaupun itu hanyalah separo dari yang anda ingin dia lakukan. Seringkali kita menuntut pasangan kita untuk selalu memencet pasta gigi dari bagian paling bawah. Ketika ia memencetnya dari manapun, “Yang penting kan keluar pasta giginya!” demikian pendapatnya, cobalah untuk memakluminya. Dalam sebuah relasi ada beberapa hal dimana kita harus bisa saling bisa memberi dan menerima.
Bagi anda para pria cobalah membawa pulang bunga kesukaan istri anda. Bisa juga coklat atau makan malam romantis bersama atau apapun yang dia sukai. Bagi anda para wanita manjakan pasangan anda dengan memasakkan makanan favoritnya secara spesial atau berikan kartu Valentine atau sesuatu yang dia inginkan tetapi belum sempat terbeli. Jika anda mengetahui bahasa cinta dominannya maka berikan secara kontinu. Ada 5 bahasa cinta dimana salah satu adalah bahasa cinta dominan kita. Kelimanya adalah sentuhan fisik, kata-kata pendukung, waktu berkualitas, pelayanan, hadiah. Menunjukkan secara kontinu rasa peduli pada orang yang anda cintai adalah suatu hal yang sangat menyenangkan.
Janganlah membuat lelucon tentang rambut atau kulit pasangan anda di depan orang lain atau anak-anak. Meskipun maksudnya murni hanya bercanda tetapi pikiran bawah sadarnya bisa menangkap maksud yang berbeda. Hal ini bisa jadi menggerogoti rasa percaya dirinya. Mencintai adalah menghargai perasaan satu sama lain dan menjadi peka terhadap perasaan pasangan kita.
Berhentilah mengungkit-ungkit masa lalu yang negatif. Tak ada seorang pun yang ingin diingatkan tentang segala sesuatu yang membuatnya merasa malu. Apapun yang sudah terjadi telah selesai!
Setiap dari kita mempunyai rasa ketidaknyamanan pada sebuah permulaan relasi namun jangan biarkan rasa tidak nyaman dan tidak aman tersebut berubah menjadi kecemburuan. Kecemburuan seperti racun yang secara perlahan menyebar ke seluruh sendi-sendi relasi anda. Percayailah pasangan anda. Mencintai adalah memiliki rasa percaya pada pasangan.
Janganlah membuat sebuah janji yang kita rasakan tak mampu untuk dipenuh. Jika dipaksakan maka ini akan mengurangi respek pasangan kita. Menjaga kepercayaan dan saling menghormati adalah bentuk komitmen dari sebuah relasi yang sehat. Jika pasangan kita mulai merasakan bahwa ia tak penting bagi kita maka bersiaplah utnuk kehilangan hatinya.
Jujur itu bukan berarti harus mengatakan bagaimana jelek dan amburadulnya wajah pasangan anda saat ia baru bangun tidur. Maksud dari kejujuran di sini adalah kejujuran untuk mengungkapkan perasaan terdalam kita. Jika merasa marah katakan bahwa kita sedang merasa marah. Jika merasa terlukan katakan bahwa kita merasa terluka. Katakanlah dengan sikap tenang tanpa teriak-teriak. Jika kita tidak bisa jujur pada pasangan kita lalu kepada siapa kita harus jujur? Mencintai adalah tentang menjadi jujur pada diri sendiri dan pasangan
uddhisme Awal, Sekte dan Tradisi > Theravada
orang bodoh saja bisa arahat.....why?
dhammadinna:
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Yang dicontohkan bro williamhalim itulah yang saya maksudkan.
Kalau cuma sekedar teori mungkin kita bisa mengatakan orang bodoh juga bisa begini juga bisa begitu.Tapi dalam keseharian yang saya lihat sendiri.Mereka jauh bahagia dalam hidup karena keadaannya.
Mereka tidak menjadi serakah karena keterbatasan pikirannya.Coba Bro mayvise memperhatikan dan berdiskusi dengan orang bodoh.Coba suruh mereka mencuri dan lihat berapa takutnya mereka.Bahkan lebih besar rasa takut dari pada orang yang pintar/jenius.Kenapa???Orang pintar mempunyai kemampuan berpikir luas dan jauh.mereka melakukan sesuatu dan mencari jalan keluarnya.orang bodoh tidak sampai berpikir seperti itu.
--- End quote ---
Kalau dari pernyataan di atas, saya rasa (mohon dikoreksi bila salah), bro menilai orang bodoh sama dengan orang bijak, dan orang pintar sama dengan orang tidak bijak. Jadi saya rasa kita harus meluruskan pengertiannya dulu. Ada perbedaan antara “bodoh vs pintar” dan “bijak vs tidak bijak”.
1.Bodoh vs pintar: Perbedaan antara bodoh dan pintar adalah dari kecerdasan intelektual (IQ). Contoh: orang bodoh adalah orang yang tidak tamat SD (karena tidak mampu belajar, bukan karena tidak ada biaya), sedangkan orang pintar adalah seorang Cumlaude atau pemenang olimpiade matematika.
2.Bijak vs tidak bijak: Kita tidak menilai seseorang bijak atau tidak dari indeks prestasinya, tapi dari karakternya, dari bagaimana dia bersikap, dan memecahkan masalah. Kalau mau lebih dalam lagi, bagaimana dia mengendalikan pikirannya.
Nah, kita ambil contohnya bro Williamhalim. Sebut saja kenalannya itu dengan A. Si A tidak begitu pintar secara intelektual. Dia tidak tamat SD namun di sisi lain, dia tidak pernah marah, selalu mengalah, tidak pernah membenci, dsb.
Kalau si A tau alasan bahwa marah adalah sesuatu yang buruk, dia tau alasan untuk selalu mengalah, dan dia tau alasan untuk tidak membenci, maka sekalipun dia bodoh secara intelektual, saya katakan dia adalah orang yang bijak.
Tapi kalau si A itu, karena “kepolosannya”, dia selalu mengalah tapi dia tidak tau mengapa dia selalu mengalah. Mungkin karena dia “pecinta damai”. Dia mungkin selalu mengalah atau tidak pernah marah, karena dia takut dan tidak mau terjadi perselisihan dengan orang lain. Bahkan ekstrimnya, dia merasa bahwa gak apa kepentingannya diinjak-injak yang penting dia tidak menambah musuh. Nah, kalau seperti ini, belum bisa disebut bijaksana.
Saya pernah baca, ada seorang gadis yang terkenal sangat baik, manis, dan penolong. Kenapa? Karena dia tidak pernah mengatakan “Tidak”. Ada yang minta tolong, dia selalu menolong kapanpun, dimanapun. Ada yang marah, dia mengalah. Ada yang curhat, dia bersabar mendengarkan sekalipun dia sedang ada urusan penting. Dikatakan dalam cerita itu bahwa gadis itu terkenal seperti seorang peri yang baik hati. Ternyata jauh di lubuk hatinya dia tidak berbahagia. Dia merasa dia tidak pernah menyayangi dirinya sendiri. Dia selalu berkorban untuk orang lain. Dan ketika dia mulai belajar untuk berkata “tidak” pada hal-hal yang tidak bisa dia penuhi, dia pun merasa berbahagia.
Jadi, di sini saya hanya ingin menekankan bahwa bodoh vs pintar, tidak menentukan apakah dia bahagia atau tidak, dan tidak menentukan apakah dia bisa merealisasikan Dhamma atau tidak.
Tapi bijak vs tidak bijak, menentukan apakah dia bahagia atau tidak, dan menentukan apakah dia bisa merealisasikan Dhamma atau tidak.
Kalau misalnya ada orang yang saya suruh mencuri tapi dia gak mau. Jangan buru-buru menilai bahwa karena dia bodoh, maka dia tidak serakah. Tapi mungkin juga dia takut digebukin. Kalau misalnya saya bilang, “tenang aja” gak bakal ketahuan karena saya punya alat canggih ini itu. Ups, dia mungkin mau. Jadi harus tau juga alasan di balik tindakan. Jangan buru-buru menilai.
Akar dari keserakahan adalah keinginan. Semakin besar keinginan, semakin serakahlah jadinya. Bahkan orang bodohpun bisa sangat serakah lho, bukan hanya orang pintar. Kalau misalnya di suatu daerah miskin dan orang-orangnya bodoh. Coba kita bagikan beras, pasti berebutan bahkan ada yang terinjak-injak. Mengapa bisa terjadi? Karena keinginan mereka untuk makan, seringkali tidak terpenuhi. Dan api keinginan ini, makin lama makin besar. Atau ketika lagi nungguin busway dalam keadaan panas dan banyak polusi. Ketika bus datang, langsung dorong-dorongan, tidak peduli orang bodoh atau orang pintar semua mau didahulukan. Jadi intinya, bijak atau tidak bijak, lebih penting diperhatikan, daripada bodoh atau pintar.
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Dan orang bodoh tidak berpikir macam-macam.Orang bodoh yang hidup dalam lingkungan tidak baik sangat susah diluruskan.Begitu juga orang bodoh yang hidup dilingkungan Buddhisme akan susah dibelokkan.
--- End quote ---
Mungkin kalimat ini perlu diperbaiki. Orang yang memegang suatu keyakinan atau prinsip dan dia punya alasan kuat untuk mempertahankannya, dia tidak percaya secara membuta, maka dia tidak mudah dibelokkan. Tapi orang yang memegang suatu prinsip atau keyakinan tanpa punya alasan yang kuat, maka dia mudah dibelokkan.
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Kenapa saya bilang orang bodoh akan mati dalam persaingan???Orang bodoh umumnya mengambil jalan itu cuma lurus saja.Jadi dia jika dia percaya,dia tidak akan berpikir panjang.Sangat mudah ditipu..
--- End quote ---
Kalo yang ini sih, dia mudah ditipu karena kurangnya pengalaman. Coba nanti kalo kena tipu terus, lama-lama dia bisa bikin buku “tips tolak penipu”. Tapi bila dia tidak bijaksana, dia malah belajar jadi penipu.
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Maaf yah,saya masih belajar.Jadi mungkin ada yang bisa melengkapi...:)
--- End quote ---
Ya, saya juga masih belajar. Kalau bro punya banyak pertanyaan yang melintas di benak, tidak apa. Orang kritis itu bagus. Semakin banyak dia menemukan jawaban yang memuaskan, semakin kuat keyakinannya. Tapi ya, jangan melupakan praktik kalau gak nanti pikiran hanya penuh dengan konsep dan teori. Sama seperti dua orang sahabat, Sariputta dan Moggalana. Mengapa Moggallana lebih cepat mencapai pencerahan? Karena sariputta “terlalu banyak mikir”. Tapi itu semua tidak masalah karena selama berada di jalur yang benar, kita akhirnya bisa merealisasikan Nibbana.
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Yang dicontohkan bro williamhalim itulah yang saya maksudkan.
Kalau cuma sekedar teori mungkin kita bisa mengatakan orang bodoh juga bisa begini juga bisa begitu.Tapi dalam keseharian yang saya lihat sendiri.Mereka jauh bahagia dalam hidup karena keadaannya.
Mereka tidak menjadi serakah karena keterbatasan pikirannya.Coba Bro mayvise memperhatikan dan berdiskusi dengan orang bodoh.Coba suruh mereka mencuri dan lihat berapa takutnya mereka.Bahkan lebih besar rasa takut dari pada orang yang pintar/jenius.Kenapa???Orang pintar mempunyai kemampuan berpikir luas dan jauh.mereka melakukan sesuatu dan mencari jalan keluarnya.orang bodoh tidak sampai berpikir seperti itu.
--- End quote ---
Kalau dari pernyataan di atas, saya rasa (mohon dikoreksi bila salah), bro menilai orang bodoh sama dengan orang bijak, dan orang pintar sama dengan orang tidak bijak. Jadi saya rasa kita harus meluruskan pengertiannya dulu. Ada perbedaan antara “bodoh vs pintar” dan “bijak vs tidak bijak”.
1.Bodoh vs pintar: Perbedaan antara bodoh dan pintar adalah dari kecerdasan intelektual (IQ). Contoh: orang bodoh adalah orang yang tidak tamat SD (karena tidak mampu belajar, bukan karena tidak ada biaya), sedangkan orang pintar adalah seorang Cumlaude atau pemenang olimpiade matematika.
2.Bijak vs tidak bijak: Kita tidak menilai seseorang bijak atau tidak dari indeks prestasinya, tapi dari karakternya, dari bagaimana dia bersikap, dan memecahkan masalah. Kalau mau lebih dalam lagi, bagaimana dia mengendalikan pikirannya.
Nah, kita ambil contohnya bro Williamhalim. Sebut saja kenalannya itu dengan A. Si A tidak begitu pintar secara intelektual. Dia tidak tamat SD namun di sisi lain, dia tidak pernah marah, selalu mengalah, tidak pernah membenci, dsb.
Kalau si A tau alasan bahwa marah adalah sesuatu yang buruk, dia tau alasan untuk selalu mengalah, dan dia tau alasan untuk tidak membenci, maka sekalipun dia bodoh secara intelektual, saya katakan dia adalah orang yang bijak.
Tapi kalau si A itu, karena “kepolosannya”, dia selalu mengalah tapi dia tidak tau mengapa dia selalu mengalah. Mungkin karena dia “pecinta damai”. Dia mungkin selalu mengalah atau tidak pernah marah, karena dia takut dan tidak mau terjadi perselisihan dengan orang lain. Bahkan ekstrimnya, dia merasa bahwa gak apa kepentingannya diinjak-injak yang penting dia tidak menambah musuh. Nah, kalau seperti ini, belum bisa disebut bijaksana.
Saya pernah baca, ada seorang gadis yang terkenal sangat baik, manis, dan penolong. Kenapa? Karena dia tidak pernah mengatakan “Tidak”. Ada yang minta tolong, dia selalu menolong kapanpun, dimanapun. Ada yang marah, dia mengalah. Ada yang curhat, dia bersabar mendengarkan sekalipun dia sedang ada urusan penting. Dikatakan dalam cerita itu bahwa gadis itu terkenal seperti seorang peri yang baik hati. Ternyata jauh di lubuk hatinya dia tidak berbahagia. Dia merasa dia tidak pernah menyayangi dirinya sendiri. Dia selalu berkorban untuk orang lain. Dan ketika dia mulai belajar untuk berkata “tidak” pada hal-hal yang tidak bisa dia penuhi, dia pun merasa berbahagia.
Jadi, di sini saya hanya ingin menekankan bahwa bodoh vs pintar, tidak menentukan apakah dia bahagia atau tidak, dan tidak menentukan apakah dia bisa merealisasikan Dhamma atau tidak.
Tapi bijak vs tidak bijak, menentukan apakah dia bahagia atau tidak, dan menentukan apakah dia bisa merealisasikan Dhamma atau tidak.
Kalau misalnya ada orang yang saya suruh mencuri tapi dia gak mau. Jangan buru-buru menilai bahwa karena dia bodoh, maka dia tidak serakah. Tapi mungkin juga dia takut digebukin. Kalau misalnya saya bilang, “tenang aja” gak bakal ketahuan karena saya punya alat canggih ini itu. Ups, dia mungkin mau. Jadi harus tau juga alasan di balik tindakan. Jangan buru-buru menilai.
Akar dari keserakahan adalah keinginan. Semakin besar keinginan, semakin serakahlah jadinya. Bahkan orang bodohpun bisa sangat serakah lho, bukan hanya orang pintar. Kalau misalnya di suatu daerah miskin dan orang-orangnya bodoh. Coba kita bagikan beras, pasti berebutan bahkan ada yang terinjak-injak. Mengapa bisa terjadi? Karena keinginan mereka untuk makan, seringkali tidak terpenuhi. Dan api keinginan ini, makin lama makin besar. Atau ketika lagi nungguin busway dalam keadaan panas dan banyak polusi. Ketika bus datang, langsung dorong-dorongan, tidak peduli orang bodoh atau orang pintar semua mau didahulukan. Jadi intinya, bijak atau tidak bijak, lebih penting diperhatikan, daripada bodoh atau pintar.
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Dan orang bodoh tidak berpikir macam-macam.Orang bodoh yang hidup dalam lingkungan tidak baik sangat susah diluruskan.Begitu juga orang bodoh yang hidup dilingkungan Buddhisme akan susah dibelokkan.
--- End quote ---
Mungkin kalimat ini perlu diperbaiki. Orang yang memegang suatu keyakinan atau prinsip dan dia punya alasan kuat untuk mempertahankannya, dia tidak percaya secara membuta, maka dia tidak mudah dibelokkan. Tapi orang yang memegang suatu prinsip atau keyakinan tanpa punya alasan yang kuat, maka dia mudah dibelokkan.
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Kenapa saya bilang orang bodoh akan mati dalam persaingan???Orang bodoh umumnya mengambil jalan itu cuma lurus saja.Jadi dia jika dia percaya,dia tidak akan berpikir panjang.Sangat mudah ditipu..
--- End quote ---
Kalo yang ini sih, dia mudah ditipu karena kurangnya pengalaman. Coba nanti kalo kena tipu terus, lama-lama dia bisa bikin buku “tips tolak penipu”. Tapi bila dia tidak bijaksana, dia malah belajar jadi penipu.
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Maaf yah,saya masih belajar.Jadi mungkin ada yang bisa melengkapi...:)
--- End quote ---
Ya, saya juga masih belajar. Kalau bro punya banyak pertanyaan yang melintas di benak, tidak apa. Orang kritis itu bagus. Semakin banyak dia menemukan jawaban yang memuaskan, semakin kuat keyakinannya. Tapi ya, jangan melupakan praktik kalau gak nanti pikiran hanya penuh dengan konsep dan teori. Sama seperti dua orang sahabat, Sariputta dan Moggalana. Mengapa Moggallana lebih cepat mencapai pencerahan? Karena sariputta “terlalu banyak mikir”. Tapi itu semua tidak masalah karena selama berada di jalur yang benar, kita akhirnya bisa merealisasikan Nibbana.
K.K.:
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Yang dicontohkan bro williamhalim itulah yang saya maksudkan.
Kalau cuma sekedar teori mungkin kita bisa mengatakan orang bodoh juga bisa begini juga bisa begitu.Tapi dalam keseharian yang saya lihat sendiri.Mereka jauh bahagia dalam hidup karena keadaannya.
--- End quote ---
Misalnya pemakaian AC, bagi orang yang tidak tahu apa-apa yah menikmati saja. Setelah "banyak tahu" bahwa AC itu buruk bagi lingkungan, setiap pakai AC, pikiran kepedulian akan lingkungan menjadi mengganggu, jadi kurang bahagia. Akhirnya AC dimatikan, jadi kepanasan, kurang bahagia juga. Jadi bisa disimpulkan orang bodoh lebih bahagia, begitukah maksudnya?
--- Quote ---Mereka tidak menjadi serakah karena keterbatasan pikirannya.Coba Bro Sis mayvise memperhatikan dan berdiskusi dengan orang bodoh.Coba suruh mereka mencuri dan lihat berapa takutnya mereka.Bahkan lebih besar rasa takut dari pada orang yang pintar/jenius.Kenapa???Orang pintar mempunyai kemampuan berpikir luas dan jauh.mereka melakukan sesuatu dan mencari jalan keluarnya.orang bodoh tidak sampai berpikir seperti itu.
--- End quote ---
Kalau dalam Ajaran Buddha, manakah yang lebih sesuai?
1. tidak berbuat jahat karena ditakut-takuti
2. tidak berbuat jahat karena mengerti akibatnya
--- Quote ---Kalau saya memperhatikan diri saya sendiri.Dan bertanya kenapa bisa melekat pada banyak hal??Karena memuaskan nafsu duniawi saya ,karena panca indera saya.Dan semuanya itu diolah dipikiran.
Saya merasakan benci juga lewat pikiran.Marah,senang dll semuanya diolah di pikiran.Saya bisa mengatakan begini sejak saya belajar mengamati pikiran saya sendiri.Dan saya berpikir bahwa pikiran adalah pusat pabrik-nya.Dan kebijaksanaanlah yang diperlukan untuk mengendalikan pikiran.Dan orang bodoh tidak berpikir macam-macam.Orang bodoh yang hidup dalam lingkungan tidak baik sangat susah diluruskan.Begitu juga orang bodoh yang hidup dilingkungan Buddhisme akan susah dibelokkan.
--- End quote ---
Jika kemampuan berpikirlah yang dianggap masalah, bukankah seharusnya binatang yang lebih sedikit berpikir yang adalah lebih bahagia? Bagaimana pendapat Bro sriyeklina sendiri?
--- Quote from: sriyeklina on 22 February 2010, 12:12:14 AM ---Yang dicontohkan bro williamhalim itulah yang saya maksudkan.
Kalau cuma sekedar teori mungkin kita bisa mengatakan orang bodoh juga bisa begini juga bisa begitu.Tapi dalam keseharian yang saya lihat sendiri.Mereka jauh bahagia dalam hidup karena keadaannya.
--- End quote ---
Misalnya pemakaian AC, bagi orang yang tidak tahu apa-apa yah menikmati saja. Setelah "banyak tahu" bahwa AC itu buruk bagi lingkungan, setiap pakai AC, pikiran kepedulian akan lingkungan menjadi mengganggu, jadi kurang bahagia. Akhirnya AC dimatikan, jadi kepanasan, kurang bahagia juga. Jadi bisa disimpulkan orang bodoh lebih bahagia, begitukah maksudnya?
--- Quote ---Mereka tidak menjadi serakah karena keterbatasan pikirannya.Coba Bro Sis mayvise memperhatikan dan berdiskusi dengan orang bodoh.Coba suruh mereka mencuri dan lihat berapa takutnya mereka.Bahkan lebih besar rasa takut dari pada orang yang pintar/jenius.Kenapa???Orang pintar mempunyai kemampuan berpikir luas dan jauh.mereka melakukan sesuatu dan mencari jalan keluarnya.orang bodoh tidak sampai berpikir seperti itu.
--- End quote ---
Kalau dalam Ajaran Buddha, manakah yang lebih sesuai?
1. tidak berbuat jahat karena ditakut-takuti
2. tidak berbuat jahat karena mengerti akibatnya
--- Quote ---Kalau saya memperhatikan diri saya sendiri.Dan bertanya kenapa bisa melekat pada banyak hal??Karena memuaskan nafsu duniawi saya ,karena panca indera saya.Dan semuanya itu diolah dipikiran.
Saya merasakan benci juga lewat pikiran.Marah,senang dll semuanya diolah di pikiran.Saya bisa mengatakan begini sejak saya belajar mengamati pikiran saya sendiri.Dan saya berpikir bahwa pikiran adalah pusat pabrik-nya.Dan kebijaksanaanlah yang diperlukan untuk mengendalikan pikiran.Dan orang bodoh tidak berpikir macam-macam.Orang bodoh yang hidup dalam lingkungan tidak baik sangat susah diluruskan.Begitu juga orang bodoh yang hidup dilingkungan Buddhisme akan susah dibelokkan.
--- End quote ---
Jika kemampuan berpikirlah yang dianggap masalah, bukankah seharusnya binatang yang lebih sedikit berpikir yang adalah lebih bahagia? Bagaimana pendapat Bro sriyeklina sendiri?
Sostradanie:
Maaf kalau OOT,ada yang bisa tunjukkan cara bagaimana meng-quote per bagian seperti bro Kainyn diatas??Saya tidak tahu caranya.
[at]Kainyn_Kutho n sis Mayvise
Jika kemampuan berpikirlah yang dianggap masalah, bukankah seharusnya binatang yang lebih sedikit berpikir yang adalah lebih bahagia? Bagaimana pendapat Bro sriyeklina sendiri?
Saya tidak pernah mengatakan bahwa kemampuan berpikir menjadi MASALAH.Atau mungkin kata-kata saya kurang cocok yah.Kata otak atau kesadaran mungkin lebih cocok.Bagi yang menganggap kata-kata itu lebih tepat.
Saya ada membaca sutta yang mengatakan bahwa kita menderita karena hidup di masa lalu dan dimasa datang.Tidak hidup dihari ini.Selagi lagi saya minta maaf yah,kalau saya untuk mengingat sutta yang mana.Jujur saya tidak ingat.Saya membaca sesuatu lebih senang mencari maknanya.Jadi tolong jangan ditanya balik ke saya lagi.
Jadi setelah saya membaca sutta itu,saya berpikir dan periksa diri.Dan sutta itu betul sekali.Selama ini yang membuat saya menderita karena berpikir tentang masa lalu dan mengkhawatirkan atau mengejar yang akan datang.Contoh:Jika saat ini saya belum punya rumah.Maka saya berusaha ,bagaimana mewujudkan rumah itu.Kenapa ingin punya rumah??Karena memikirkan banyak hal seperti:bagaimana jika punya anak nanti?Akan susah kontrak sana sini.Dan waktu yang tepat adalah saat belum menikah dan belum punya anak.Karena jika sudah punya anak,biaya akan semakin membesar.
Kira-kira seperti itulah contoh dalam hidup saya.Mungkin bagi sebagian orang yang punya pengalaman berbeda dalam hidup.Tidak akan memahami hal ini.
Saya bandingkan kehidupan saya dengan lingkungan lain yang saya tinggali.Sudah beberapa tahun saya hidup dikampung yang listrikpun tidak ada.Anda tahu tempat tinggal mereka hanya dari papan dengan ukuran 3x4m.Tapi mereka tidak menderita stress seperti yang saya alami.Mereka tetap ketawa walau cuma makan daun ubi hampir setiap hari.Mereka tidak pernah memusingkan hal-hal yang didepan.Mereka tidak stress karena tidak memiliki mobil atau televisi.Mereka hidup apa adanya dan menerima apa adanya.
Menurut bro Kainyn_kutho apakah karena mereka berpikir banyak/rumit/panjang sehingga bisa bahagia seperti itu?Banyak mana pikiran mereka dengan saya??
Saya bandingkan dengan penduduk lain yang masih dikampung itu juga.Menurut saya orang itu pintar.Cuma karena wawasan,pengetahuan dan pendidikan yang tidak ada.Dia cepat belajar.Apa saja yang kita ajarin dia cepat menangkap.Anda tahu apa yang terjadi???Awalnya dia orang yang lugu,tapi begitu dia pintar dan mengerti banyak hal.Bahkan saya sendiripun bisa dia buat terjungkal dalam usaha.Sangat-sangat jauh sekali perbedaannya dengan pertama kali saya kenal.
Anda tahu???Betapa awalnya saya sangat membenci orang itu.Dan semua pikiran buruk pun berjalan dipikiran saya.Saya bukan tidak bisa membalasnya.Saya bisa menghancurkan orang itu lebih parah.Tapi 1hal yang saya sadari,disaat saya merasakan benci dan berpikir buruk.Yang saya rasakan sangat menderita sekali.Apakah anda pernah merasakan hal itu????
Dan setelah membaca banyak hal sejak kenal forum ini.Saya mengerti kenapa orang itu begitu.Karena dia tidak bisa mengendalikan gejolak batinnya.Dia cenderung melepaskan dirinya dengan nafsu keduniawian.
Dari situ saya bisa katakan bahwa pikiran adalah pabriknya.Segala sesuatu hal baik atau buruk itu semua di proses disana.Selanjutnya baru terjadi tindakan.Dan kebijaksanaanlah yang sangat dibutuhkan untuk jadi pengendalinya.Sehingga disaat kita berpikir buruk,kebijaksanaan yang menyadarkan.Disaat kita berpikir baik,kebijaksanaan yang mendorong untuk mewujudkan.
Dan darimana kita dapatkan kebijaksanaan???Pengalamankah,wawasankah,pendidikankah???Apa semuanya itu tidak butuh kemampuan untuk berpikir dan mencerna yang diterima baik secara teori maupun praktek?Dan setelah kita cerna dan kita bisa terima.Selanjutnya apa???Keyakinan kan??
Bagaimana jika orang itu melompat langsung pada proses yakin.Dan menjalankan semua syarat untuk mendapat pencerahan.Apakah itu tidak boleh??Bukankah itu memotong jalur namanya menjadi lebih cepat?
Tapi tidak semua orang bisa seperti itu.karena orang yang biasa bermain dengan pikiran,pasti menerima sesuatu , dipikirkan dulu baru bisa yakin.Karena sudah menjadi kebiasaan jadi susah dirubah.
Maaf kalau OOT,ada yang bisa tunjukkan cara bagaimana meng-quote per bagian seperti bro Kainyn diatas??Saya tidak tahu caranya.
[at]Kainyn_Kutho n sis Mayvise
Jika kemampuan berpikirlah yang dianggap masalah, bukankah seharusnya binatang yang lebih sedikit berpikir yang adalah lebih bahagia? Bagaimana pendapat Bro sriyeklina sendiri?
Saya tidak pernah mengatakan bahwa kemampuan berpikir menjadi MASALAH.Atau mungkin kata-kata saya kurang cocok yah.Kata otak atau kesadaran mungkin lebih cocok.Bagi yang menganggap kata-kata itu lebih tepat.
Saya ada membaca sutta yang mengatakan bahwa kita menderita karena hidup di masa lalu dan dimasa datang.Tidak hidup dihari ini.Selagi lagi saya minta maaf yah,kalau saya untuk mengingat sutta yang mana.Jujur saya tidak ingat.Saya membaca sesuatu lebih senang mencari maknanya.Jadi tolong jangan ditanya balik ke saya lagi.
Jadi setelah saya membaca sutta itu,saya berpikir dan periksa diri.Dan sutta itu betul sekali.Selama ini yang membuat saya menderita karena berpikir tentang masa lalu dan mengkhawatirkan atau mengejar yang akan datang.Contoh:Jika saat ini saya belum punya rumah.Maka saya berusaha ,bagaimana mewujudkan rumah itu.Kenapa ingin punya rumah??Karena memikirkan banyak hal seperti:bagaimana jika punya anak nanti?Akan susah kontrak sana sini.Dan waktu yang tepat adalah saat belum menikah dan belum punya anak.Karena jika sudah punya anak,biaya akan semakin membesar.
Kira-kira seperti itulah contoh dalam hidup saya.Mungkin bagi sebagian orang yang punya pengalaman berbeda dalam hidup.Tidak akan memahami hal ini.
Saya bandingkan kehidupan saya dengan lingkungan lain yang saya tinggali.Sudah beberapa tahun saya hidup dikampung yang listrikpun tidak ada.Anda tahu tempat tinggal mereka hanya dari papan dengan ukuran 3x4m.Tapi mereka tidak menderita stress seperti yang saya alami.Mereka tetap ketawa walau cuma makan daun ubi hampir setiap hari.Mereka tidak pernah memusingkan hal-hal yang didepan.Mereka tidak stress karena tidak memiliki mobil atau televisi.Mereka hidup apa adanya dan menerima apa adanya.
Menurut bro Kainyn_kutho apakah karena mereka berpikir banyak/rumit/panjang sehingga bisa bahagia seperti itu?Banyak mana pikiran mereka dengan saya??
Saya bandingkan dengan penduduk lain yang masih dikampung itu juga.Menurut saya orang itu pintar.Cuma karena wawasan,pengetahuan dan pendidikan yang tidak ada.Dia cepat belajar.Apa saja yang kita ajarin dia cepat menangkap.Anda tahu apa yang terjadi???Awalnya dia orang yang lugu,tapi begitu dia pintar dan mengerti banyak hal.Bahkan saya sendiripun bisa dia buat terjungkal dalam usaha.Sangat-sangat jauh sekali perbedaannya dengan pertama kali saya kenal.
Anda tahu???Betapa awalnya saya sangat membenci orang itu.Dan semua pikiran buruk pun berjalan dipikiran saya.Saya bukan tidak bisa membalasnya.Saya bisa menghancurkan orang itu lebih parah.Tapi 1hal yang saya sadari,disaat saya merasakan benci dan berpikir buruk.Yang saya rasakan sangat menderita sekali.Apakah anda pernah merasakan hal itu????
Dan setelah membaca banyak hal sejak kenal forum ini.Saya mengerti kenapa orang itu begitu.Karena dia tidak bisa mengendalikan gejolak batinnya.Dia cenderung melepaskan dirinya dengan nafsu keduniawian.
Dari situ saya bisa katakan bahwa pikiran adalah pabriknya.Segala sesuatu hal baik atau buruk itu semua di proses disana.Selanjutnya baru terjadi tindakan.Dan kebijaksanaanlah yang sangat dibutuhkan untuk jadi pengendalinya.Sehingga disaat kita berpikir buruk,kebijaksanaan yang menyadarkan.Disaat kita berpikir baik,kebijaksanaan yang mendorong untuk mewujudkan.
Dan darimana kita dapatkan kebijaksanaan???Pengalamankah,wawasankah,pendidikankah???Apa semuanya itu tidak butuh kemampuan untuk berpikir dan mencerna yang diterima baik secara teori maupun praktek?Dan setelah kita cerna dan kita bisa terima.Selanjutnya apa???Keyakinan kan??
Bagaimana jika orang itu melompat langsung pada proses yakin.Dan menjalankan semua syarat untuk mendapat pencerahan.Apakah itu tidak boleh??Bukankah itu memotong jalur namanya menjadi lebih cepat?
Tapi tidak semua orang bisa seperti itu.karena orang yang biasa bermain dengan pikiran,pasti menerima sesuatu , dipikirkan dulu baru bisa yakin.Karena sudah menjadi kebiasaan jadi susah dirubah.
Sostradanie:
[at] Mayvise
Kalau misalnya ada orang yang saya suruh mencuri tapi dia gak mau. Jangan buru-buru menilai bahwa karena dia bodoh, maka dia tidak serakah. Tapi mungkin juga dia takut digebukin. Kalau misalnya saya bilang, “tenang aja” gak bakal ketahuan karena saya punya alat canggih ini itu. Ups, dia mungkin mau. Jadi harus tau juga alasan di balik tindakan. Jangan buru-buru menilai.
Bukankah karena bodoh dia tidak bisa memikirkan alat canggih itu?Dan karena pikirannya yang tidak sampai seperti itulah makanya membantu dia untuk tidak menjadi jahat.Tapi begitu dia menjadi tahu tentang ini itu yang bisa menyelamatkan.Dia menjadi lebih pintarkan??Sehingga dia berani melakukannya.
Dan sepertinya terjadi perbedaan pandangan tentang tingkat kebodohan antara sis dengan saya.Jadi kalau dibahas tidak akan ada selesainya.Karena kita tidak duduk sejajar.Tapi berseberangan.Berlawanan arah.Saya menghargai pandangan sis dan terima kasih atas masukkannya :)
[at] Mayvise
Kalau misalnya ada orang yang saya suruh mencuri tapi dia gak mau. Jangan buru-buru menilai bahwa karena dia bodoh, maka dia tidak serakah. Tapi mungkin juga dia takut digebukin. Kalau misalnya saya bilang, “tenang aja” gak bakal ketahuan karena saya punya alat canggih ini itu. Ups, dia mungkin mau. Jadi harus tau juga alasan di balik tindakan. Jangan buru-buru menilai.
Bukankah karena bodoh dia tidak bisa memikirkan alat canggih itu?Dan karena pikirannya yang tidak sampai seperti itulah makanya membantu dia untuk tidak menjadi jahat.Tapi begitu dia menjadi tahu tentang ini itu yang bisa menyelamatkan.Dia menjadi lebih pintarkan??Sehingga dia berani melakukannya.
Dan sepertinya terjadi perbedaan pandangan tentang tingkat kebodohan antara sis dengan saya.Jadi kalau dibahas tidak akan ada selesainya.Karena kita tidak duduk sejajar.Tapi berseberangan.Berlawanan arah.Saya menghargai pandangan sis dan terima kasih atas masukkannya :)
Sunkmanitu Tanka Ob'waci:
[at] sriyeklina, Sang Buddha mengkategorikan 3 jenis kebijaksanaan, sutta, cinta dan bhavana maya panna.
[at] sriyeklina, Sang Buddha mengkategorikan 3 jenis kebijaksanaan, sutta, cinta dan bhavana maya panna.
MENUJU “SAAT INI”
Oleh Reza A.A Wattimena
Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya, sedang di Jerman.
Eckhart Tolle menulis buku berjudul Jetzt, die Kraft der Gegenwart pada 2010 lalu. Tolle mengajak kita untuk kembali ke “saat ini”, yakni sepenuhnya berada pada momen, dimana kita ada sekarang. Di dalam “saat ini”, kita akan menemukan kebahagiaan, kebenaran, cinta, kedamaian, Tuhan, kebebasan. Di “saat ini”, kita akan menemukan semua tujuan hidup kita. Ketika orang meninggalkan “saat ini”, maka ia masuk kembali ke dalam lingkaran penderitaan, kecemasan dan ketakutan dalam hidupnya.
Jika kita berpikir secara jernih, kita akan sadar, bahwa yang ada hanyalah saat ini. Tidak ada masa lalu dan tidak ada masa depan. Masa lalu hanya merupakan kenangan. Masa depan hanya merupakan harapan. Keduanya tidak nyata.
Masa lalu memberikan identitas pada diri kita. Masa depan memberikan janji tentang hidup yang lebih baik. Namun, jika dipikirkan secara jernih dan mendalam, keduanya tidak ada. Keduanya adalah ilusi.
Banyak orang mengira, bahwa waktu adalah uang. Mereka juga mengira, bahwa waktu adalah hal yang amat berharga. Namun, sejatinya, waktu adalah ilusi. Ia tidak memiliki nilai pada dirinya sendiri.
Yang justru amat berharga, menurut Tolle, adaah “saat ini”. “Saat ini” adalah suatu keadaan yang lepas dari waktu. Ketika kita memikirkan waktu, berarti juga memikirkan masa lalu dan masa depan, kita akan kehilangan “saat ini”. Kita akan kehilangan sesuatu yang amat berharga.
Banyak orang juga mengira, bahwa sukses itu ada di masa depan. Jika kita belajar dan bekerja keras saat ini, maka kita akan sukses di masa depan. Kita akan bahagia di masa depan. Ini adalah pikiran yang salah. Ini hanya menciptakan kecemasan dan penderitaan hidup.
Sukses hidup yang sejati adalah dengan menyadari “saat ini”. Kebahagiaan hidup yang tak akan goyah adalah dengan menyadari “saat ini”. Orang yang kehilangan “saat ini” akan kembali masuk ke dalam kecemasan dan penderitaan hidup. Padahal, yang ada sejatinya hanyalah “saat ini”. Yang lain hanya ilusi.
Orang yang pikirannya dilempar antara masa lalu dan masa depan tidak akan pernah menemukan kebahagiaan yang sejati. Sayangnya, banyak orang hidup dengan pola semacam ini. Hampir setiap detik, pikiran mereka dibuat cemas oleh apa yang telah terjadi. Mereka juga terus memutar otak untuk merencanakan masa depan.
Mereka hidup dalam tegangan. Stress dan depresi pun akhirnya menimpa mereka. Namun, ketika mereka melepaskan keterikatan pada masa lalu dan masa depan, mereka lalu bisa kembali ke “saat ini”. Lalu, mereka akan menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang sejati. Dengan hati yang damai dan bahagia, mereka bisa memberikan cinta dan perhatian kepada orang lain melalui tindakannya.
Berada “disini” juga amatlah penting. Ketika kita berada di satu tempat, kita harus berusaha untuk berada di tempat itu sepenuhnya. Namun, seringkali, karena berbagai alasan, kita tidak suka pada tempat kita berada. Ada tiga pilihan: pindah tempat, ubah situasi yang ada semampunya, atau tinggalkan tempat itu. Mudah bukan?
Berada “disini” berarti juga berada di “saat ini”. Ini membutuhkan penerimaan atas apa yang ada sekarang ini. Apakah menerima berari pasrah dan menyerah pada keadaan? Apakah berarti kita menjadi pengecut?
Ketika kita menerima keadaan sepenuhnya, segala pikiran cemas dan takut lenyap. Kita lalu bisa tenang dan damai mengalami apa yang terjadi. Pada titik ini, kesadaran kita akan meningkat. Kita akan memiliki pikiran jernih untuk menanggapi apa pun yang terjadi.
Pikiran menciptakan analisis dan pemahaman. Namun, keduanya kerap berujung pada ketakutan dan kecemasan. Ketika orang hidup “disini dan saat ini”, pikiran lenyap. Kesadaran pun muncul dan berkembang, guna menanggapi secara tepat dan jernih apa yang sedang terjadi.
Kekuatan terbesar manusia, menurut Tolle, adalah kesadarannya. Orang bisa melakukan apapun secara tepat sesuai dengan keadaan yang ada, ketika ia mampu menggunakan kesadarannya secara penuh. Jadi, rumusnya adalah: terima keadaan yang ada, lalu bertindak! Kesadaran bisa digunakan, jika orang hidup di “saat ini”. Ia lalu bisa hidup dengan perasaan mengalir yang penuh kedamaian dan kebahagiaan, walaupun banyak tantangan menghadang.
Kehidupan adalah sebuah jaringan. Tidak ada satu hal pun di alam semesta ini yang berada sendirian. Semuanya saling terhubung satu sama lain, tanpa bisa dipisahkan. Perasaan kesepian dan sendiri hanyalah ilusi, karena sejatinya, kita tak pernah sendirian.
Segala masalah yang datang juga adalah bagian dari jaringan kehidupan ini. Semuanya berguna dan berharga, asal ditanggapi tidak melulu dengan pikiran yang analitis, tetapi juga dengan kesadaran. Pikiran untuk menganalisis digunakan seperlunya saja. Sisanya, orang perlu hidup dengan menggunakan kesadarannya.
Pikiran itu memisahkan. Ia menganalisis dan memberi penilaian baik-buruk, benar-salah, dan sebagainya. Ia adalah alat yang berguna. Namun, jika orang hidup hanya dengan menganalisis dan memisahkan, ia akan terus menderita dalam hidupnya.
Pikiran (Gedanken) adalah bagian dari kesadaran (Bewusstsein). Kesadaran lebih besar dari pikiran. Di dalam kesadaran, orang berhenti untuk menganalisis dan memisahkan. Ia hanya ada “disini dan saat ini” dalam hubungan dengan segala sesuatu yang ada.
Orang yang bisa menemukan dan menggunakan kesadarannya tidak akan pernah merasa takut. Ia hidup tanpa penilaian baik-buruk, benar-salah dan enak-tidak enak. Ia melihat dan menerima apa yang ada “saat ini” sepenuhnya. Ia lalu menemukan kekuatan dan kedamaian hati untuk bertindak sesuai dengan keadaan yang ada.
Orang yang hidup di “saat ini” tidak akan pernah merasa susah. Ia akan sadar, bahwa hidup tidaklah perlu terlalu ngotot. Ia sadar akan aspek santai dan lucu dari kehidupan. Bahkan, ia bisa sengaja merasa sedih, supaya bisa menikmati kesedihan itu.
Ia juga sadar, bahwa kebahagiaan dan cinta yang sejati tidak bisa dicari di luar sana. Keduanya ada di dalam hati manusia. Cinta bukanlah perasaan, melainkan cara hidup “saat ini”. Ia selalu ada. Tinggal kita saja yang mencoba meraihnya.
Cinta dan kebahagiaan tidak pernah bisa hilang. Tidak ada yang bisa mengambilnya, karena ia ada di dalam hati setiap manusia. Ketika orang hidup “saat ini”, maka otomatis cinta dan kebahagiaan akan muncul. Kesadaran akan “saat ini” juga menghasilkan cinta dan kejernihan pikiran dalam hidup.
Penderitaan, kecemasan dan ketakutan akan muncul, ketika orang meninggalkan “saat ini”. Ketika orang mengira, bahwa masa lalu dan masa depan adalah nyata, maka ia akan terjebak di dalam penderitaan. Pikirannya sibuk. Ia akan menganalisis, memisahkan dan menilai. Ini menciptakan penderitaan.
Pikiran menciptakan penilaian. Penilaian lalu melahirkan keluhan atau pujian. Keduanya sama saja, karena keduanya tidak berakar pada “saat ini”. Keduanya lahir dari penolakan pada “saat ini”. Ketika keadaan menjadi sulit, ada tiga hal, entah ubah situasinya, terima atau tinggalkan. Mengeluh adalah tindakan sia-sia.
Kita harus belajar untuk hidup tanpa pikiran. Kita harus belajar untuk menunda semua analisis dan penilaian kita. Pikiran, analisis dan penilaian hanya digunakan seperlunya saja untuk keperluan praktis, misalnya memasak, bekerja, dan sebagainya. Ketika pikiran ditunda, yang muncul adalah kesadaran. Kesadaran adalah “saat ini”, yakni sumber dari segala kedamaian dan kebahagiaan manusia.
Masa lalu dan masa depan hanyalah alat yang bersifat sementara. Kita perlu masa lalu, supaya kita bisa belajar dari apa yang telah terjadi. Kita juga perlu masa depan, supaya kita bisa membuat rencana kerja dan rencana hidup yang tepat. Namun, keduanya perlu ditinggalkan, ketika kita tidak lagi memerlukannya. Kita bisa meninggalkannya dengan memasuki kesadaran kita, yakni “saat ini”.
Sejatinya, kita adalah manusia. Kita bukanlah mahluk pekerja atau mahluk berpikir. Bekerja dan berpikir hanya merupakan bagian dari diri kita. Kesadaran kita sebagai manusia lebih luas dan lebih besar daripada pekerjaan dan pikiran kita.
Banyak orang hidup hanya untuk bekerja dan berpikir. Mereka bekerja terlalu banyak. Mereka berpikir terlalu banyak. Kesadaran mereka tidak tersentuh. Mereka pun lalu hidup dalam penderitaan.
Kita juga senang sekali dengan definisi. Kita ingin memberi nama pada segala sesuatu. Memberi nama, menurut Tolle, juga berarti mengurung sesuatu itu. Memberi nama berarti juga membangun penjara.
Di dalam definisi, kita juga memberi penilaian. Kita berpikir, bahwa orang itu baik. Orang itu jahat. Hidup kita pun dipenuhi dengan definisi dan penilaian. Kita tidak akan pernah bahagia dengan cara hidup semacam ini.
Kita perlu belajar untuk menunda semua definisi dan penilaian. Kita perlu belajar untuk membiarkan apa adanya, tanpa definisi dan penilaian. Kita tidak perlu takut. Sebaliknya, tanpa definisi dan penilaian, hidup kita akan damai dan bahagia. Bukankah ini yang diinginkan semua orang?
Lalu, bagaimana jika ada orang yang sibuk menilai hidup kita? Bagaimana jika ada orang yang mendefinisikan kita melulu dengan pikiran mereka? Kita tidak perlu takut. Kita bisa menanggapi, jika diperlukan. Jika tidak, kita bisa membiarkan saja.
Orang yang menilai kita membangun penjara dalam pikiran mereka. Mereka membatasi pikiran mereka sendiri. Mereka tidak akan bisa menemukan kedamaian dan kebahagiaan. Mereka kehilangan “saat ini”. Mereka juga kehilangan kesadaran dirinya.
Dalam hubungan dengan orang lain, kita juga perlu sadar akan “saat ini”. Dengan ini, kita bisa hadir sepenuhnya untuk orang lain. Kita bisa memberikan diri kita seutuhnya untuk membantu dia. Ketika kita kehilangan “saat ini”, hubungan kita dengan orang lain pun dipenuhi dengan ingatan akan masa lalu serta kecemasan akan masa datang. Ini bisa merusak hubungan kita dengan orang itu.
Banyak orang sibuk mencari kebahagiaan di luar dirinya. Mereka berpikir, uang, harta dan nama baik bisa memberikan kebahagiaan. Namun, pikiran ini salah. Ia hanya menghasilkan penderitaan.
Sejatinya, menurut Tolle, setiap orang sudah penuh dan bahagia di dalam dirinya. Yang ia perlukan hanyalah kesadaran akan “saat ini”. “Saat ini” akan menghasilkan kesadaran. Orang yang hidup melulu dengan pikirannya akan kehilangan kesadarannya. Ia akan hidup dalam kecemasan, ketakutan dan penderitaan.
Kita bukanlah pikiran kita. Kita bukanlah kecemasan dan ketakutan yang dihasilkan pikiran kita. Pikiran kita sementara. Ia akan segera berlalu.
Kita adalah kesadaran kita. Itu lebih besar dan lebih agung dari pikiran yang kita punya. Kesadaran kita memberikan kedamaian. Ia memberikan cinta. Ia tidak menilai dan mendefinisikan. Ia membiarkan segalanya ada dengan ketulusan hati.
Orang yang bisa menunda semua pikirannya akan mencapai pencerahan batin. Pencerahan batin berarti orang sudah paham akan hakekat dari segala yang ada, termasuk hakekat dari dirinya sendiri. Hakekat dari segala yang ada, menurut Tolle, adalah kesadaran. Kesadaran itu merawat dan membangun. Ia tidak menilai dan memisahkan.
Orang yang hidup dengan kesadarannya berarti hidup dalam keterhubungan dengan alam semesta. Ia terhubung dengan manusia lain. Ia terhubung dengan semua hewan. Ia terhubung dengan semua tumbuhan. Ia terhubung dengan semua benda yang ada.
Ia menggunakan pikirannya hanya pada saat-saat tertentu saja. Ia tidak melihat dirinya sama dengan pikirannya. Ia melihat dirinya lebih besar dari pikirannya. Ia akan mampu hidup dalam aliran yang alamiah dalam hubungan dengan orang lain.
Pikiran membuat orang tak mampu mencintai sepenuhnya. Sebaliknya, kesadaran “saat ini” sejatinya adalah cinta tanpa syarat. Ia memberikan tanpa mengharap apapun. Ia tidak mengikat dan memenjara, melainkan merawat dan membiarkan berkembang.
Dengan kesadarannya akan “saat ini”, orang bisa hidup secara alamiah. Artinya, ia tidak melawan kehidupan, melainkan mengalir bersama kehidupan itu sendiri. Ia tidak sibuk menilai, apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah. Jika orang sampai pada kesadaran akan “saat ini”, tidak ada tegangan dan penderitaan lagi dalam hidupnya.
Apapun yang kita lawan pasti akan menguat. Apapun yang kita tentang dan tolak justru semakin menguasai kita. Sebaliknya, jika kita membiarkan segala sesuatu ada secara alamiah, justru kita akan tidak akan mengalami tegangan dan pertentangan. Jika kita tidak menolak apapun, maka kita akan bisa mencapai kejernihan pikiran dan kedamaian hati.
Kita juga sering melihat orang-orang yang suka menjajah orang lain. Mereka ingin dipatuhi. Mereka kerap sekali bersembunyi di balik agama. Mereka juga suka memanfaatkan orang lain, guna memuaskan diri mereka.
Menurut Tolle, orang-orang semacam ini hidup dalam penderitaan yang besar. Mereka lemah dan menderita, maka mereka menindas orang lain. Harapannya, dengan menindas orang lain, penderitaan mereka berkurang. Namun, ini tak akan pernah terjadi.
Banyak juga orang yang mengalami kecanduan. Mereka kecanduan narkoba, alkohol, seks, belanja dan sebagainya. Mereka seolah tidak dapat hidup, jika tidak memuaskan kecanduannya. Kecanduan berakar pada penderitaan dan berakhir pada penderitaan juga, jika dipuaskan.
Akar dari kecanduan adalah ketidakmampuan untuk hidup di “saat ini”. Orang menjadi kecanduan untuk mengobati luka, akibat masa lalunya. Orang menjadi kecanduan, karena ia cemas akan masa depannya. Ketika ia melepaskan masa lalu dan masa depannya, ia lalu bisa memasuki kesadaran akan “saat ini”. Di detik itu, kecanduannya hilang.
Banyak orang juga mencari Tuhan di luar dirinya. Ini salah. Tuhan ada di dalam hati setiap orang. Tuhan ada di dalam kesadaran setiap orang. Tuhan ada di “saat ini”.
Segala ritual dan aturan agama hanya ada untuk membantu kita menemukan Tuhan di dalam hati kita. Itu semua hanya alat. Ia tidak boleh menjadi tujuan utama. Di dalam kesadaran akan “saat ini”, kita akan menemukan surga, nirvana, Tuhan dan kebahagiaan yang sejati.
Ketika kita sadar sepenuhnya akan “saat ini”, kita akan berhenti berpikir. Kita berhenti menilai. Kita berhenti cemas akan masa lalu dan masa depan. Kita akan sepenuhnya sadar.
Pada keadaan itu, kita akan menjadi cinta itu sendiri. Cinta sejati itu seperti matahari. Ia bersinar untuk semua, tanpa kecuali. Cinta yang sejati diberikan untuk semua, tanpa kecuali.
Cinta yang sejati dapat diperoleh, jika orang hidup di “saat ini”. Cinta sejati berakar pada kesadaran. Ia tidak dapat hilang. Ia tidak dapat diambil.
Orang yang hidup di “saat ini” berarti hidup secara asli. Ia tidak memiliki kepura-puraan. Ia tidak memiliki kemunafikan. Ia tidak takut akan penilaian dan definisi dari orang lain. Ia sepenuhnya bebas dan damai. Lalu, ia bisa memberikan kedamaian dan cinta pada orang lain dengan tulus.
Banyak orang juga berusaha mencari kebahagiaan. Namun, sejatinya, kebahagiaan tidak bisa dicari. Orang yang mencari kebahagiaan justru tidak akan pernah menemukan kebahagiaan. Kebahagiaan hanya muncul, jika orang hidup dengan kesadaran akan “saat ini”. Kesadaran ini sudah ada di dalam diri manusia. Ia tidak akan bisa hancur, atau diambil orang lain.
Dunia adalah cerminan dari kesadaran. Sejatinya, tidak ada perbedaan antara kesadaran dan dunia. Keduanya adalah satu dan sama. Pikiran dan bahasa yang memisahkan keduanya.
Namun, banyak orang lupa dengan kesadarannya. Mereka sibuk dengan pikirannya. Mereka sibuk menganalisis, menebak, merencanakan dan mengkhawatirkan segalanya. Ketika pikiran ditunda dan dihentikan, kesadaran muncul, yakni kesadaran “saat ini”. Jika kesadaran dicapai, maka dunia tidak lagi memiliki masalah dan penderitaan.
Lalu, apakan pikiran harus dibuang? Apakah kita harus berhenti berpikir? Berhenti berpikir, menurut Tolle, tidaklah mungkin dilakukan. Berpikir adalah bagian dari kodrat manusia.
Namun, pikiran tidak boleh menguasai manusia. Manusia adalah kesadarannya. Ini lebih luas dari pikiran. Pikiran digunakan seperlunya saja untuk memenuhi kebutuhan praktis. Selebihnya, orang perlu belajar untuk hidup dengan kesadaran akan “saat ini”. Ia lalu akan menemukan kebebasan yang sejati.
Sekarang ini, kita, sebagai manusia, harus mengubah cara hidup kita. Kita harus melakukan revolusi hidup! Kita harus belajar untuk menjaga jarak dari pikiran kita. Kita lalu harus belajar untuk hidup dengan kesadaran akan “saat ini” di dalam diri kita. Hanya dengan ini, kita bisa hidup dalam hubungan yang damai dengan segala hal yang ada. Alternatifnya adalah kehancuran.
Langganan:
Postingan (Atom)