Sepertinya memang tidak mungkin, mungkinkah dalam sekejap dua insan yang berbeda baik fisik dan pikiran dapat bersatu dan bergandengan tangan?! Namun, kharisma seorang suci dapat meluluhkan setiap dendam yang tak berarti. Dan merupakan suatu adat, bahwa membantah perkataan seorang Guru adalah seperti memberikan kutukan hidup dan mati pada diri sendiri.
Aku orang itu. Aku telah mengutuk diriku sendiri. Kau ingat, sayang?! Apa kau pikir aku senang melakukan ini semua? Apa kau pikir aku suka dengan rasa sakit? Tidak, sayang! Aku tidak benar-benar gila. Aku hanya ingin menunjukkan sesuatu padamu. Tapi, aku masih belum yakin apa itu. Apa ini layak disebut cinta atau hanya ego?
Mereka mengatakan kepadaku tentang batas tipis antara cinta dan benci. Aku pun bertanya-tanya tentang apakah itu? Lalu, aku teringat akan Engkau. Dia Yang Maha Pengasih. Tuhan adalah kasih. Selama ini aku selalu menggunakan kata cinta bukan kasih. Aku pun tersadar. Batas tipis itu adalah kasih.
Kasih ada di antara cinta dan benci. Kasih ada di antara hidup dan mati. Kasih adalah sebuah batas. Ehm, bukan! Lebih tepatnya kasih adalah esensi dari segala subtansi. Aku teramat mencintaimu. Aku sangat membencimu. Kedua rasa ini adalah benar bukan sebuah dilema. Namun, kebenaran yang hakiki adalah rasa yang disebut kasih.
Saat kau mencintai seseorang kau akan sangat mempedulikannya. Hal sekecil apapun darinya akan sangat berarti bagimu. Begitu pun saat kau membenci seseorang kau tidak sadar bahwa kau sedang mempedulikannya. Hal sekecil apapun darinya teramat mengganggu bagimu. Kepedulian itu disebabkan oleh kasih. Benih kecil yang bersemayam dalam setiap rasa.
Akan tetapi, aku tidak yakin apa aku mengasihimu, sayang! Kasih adalah pelepasan bukan keterikatan, tentu ini yang membedakannya dengan cinta. Dan hingga detik ini aku masih belum bisa melupakanmu, sayang! Terlebih lagi kini aku hidup beserta kutukanku. Ini tidak mudah, sayang! Jangan salah paham! Sungguh, aku tidak menyalahkanmu! Semua ini mutlak masalahku.
Entahlah! Saat ini ingin sekali aku menyelinap di kala tidurmu, menyisir halus kulit putihmu, dan menumpahkan hasratku padamu. Aku ingin bercumbu denganmu sekali lagi, dan aku sebut ini cinta. Apa ini salah? Dan di sisi lain, aku ingin sekali mencekikmu saat kau lengah, meneriakkan rasa pedihku di telingamu, dan kuhisap habis darahmu. Aku ingin membalas dendamku, dan inilah kebencian. Ya, aku tahu, keduanya adalah salah!
Inilah aku yang terkutuk karena terlalu lama aku melupakan kata sang Guru. Tapi, kisah tak kunjung lelah memperingatkan aku tentang kasih. Aku memang binatang jalang, aku lebih busuk daripada sampah. Tapi, ada kasih dalam hatiku. Itu yang kusebut kehangatan dalam kebekuan. Layaknya iglo yang terbuat dari es, kau akan merasa hangat saat berada di dalamnya. Setiap insan akan selalu berbeda baik fisik dan pikiran tapi operating system-nya tetap sama yaitu kasih. Bolehkah aku berpikir kembali tentang kemungkinan? Mungkin kita masih dapat bersatu dan bergandengan tangan, sayang!
Akan tetapi, aku tidak ingin mencintaimu lagi, atau membencimu lagi. Aku hanya ingin mempedulikanmu atas nama kasih. Jalan kebenaran itu adalah kasih. Esensi dari segala subtansi. Aku mengasihimu, sayang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar